Highlight
- Get link
- X
- Other Apps
Labels
Bicara Tentang Laki-Laki Baik Hati
“Kamu pernah jatuh cinta
berapa kali?”
“Cuma satu kali.”
“Bohong!”
Teman saya mengutuk
jawaban yang saya lontarkan. Bagi dia, semua yang saya ucapkan hanyalah candaan
seperti yang sudah-sudah. Susah payah saya meyakinkan dia bahwa memang hanya
satu kali saya jatuh cinta.
Dulu,
saya pernah jatuh cinta. Pada laki-laki baik hati berparas manis.
Saya memberi tahu teman
saya bagaimana fisiknya, seperti warna kulit serta tinggi badannya. Kemudian saya
menceritakan pribadinya yang membuat saya jatuh cinta. Laki-laki itu tidak
pernah gagal membuat saya jatuh cinta lagi, dan lagi. Saya tidak hanya
mencintainya. Saya selalu jatuh cinta padanya. Bagi saya dia adalah alasan
mengapa langit berwarna biru. Tawa teman saya memenuhi kafe bertema cokelat
yang kami singgahi. Dia terkesima pada saya, perempuan yang tak pernah luput
dari tawa dan canda, namun mencintai laki-laki seromantis itu.
“Bahkan sampai sekarang
kamu masih jatuh cinta sama dia, kan?”
“Nggak.”
“Matamu berbinar
sepanjang kamu nyeritain dia.”
Saya menarik kursi agar
lebih dekat dengan teman saya, memasang wajah nyaris serius. Sialnya, lagu Gravity milik Sara Bareilles menyelimuti
seluruh ruangan, seolah ingin mendekap seluruh cerita yang hendak saya
beberkan.
“Bagaimanapun,
dia adalah laki-laki yang pernah saya cintai sangat dalam. Dia adalah kisah
paling bahagia, juga yang paling berderai-derai air mata. Tapi jika ada yang
bertanya apakah saya mau kembali jatuh cinta dengan dia jika ada kesempatan,
saya yakin untuk bilang nggak. Saya
sudah selesai dengan dia.”
Teman saya memasang
ekspresi paling sedih sekaligus menjijikan. Dia bertanya apakah sesakit itu
kisah saya dan dia, seolah saya adalah orang paling menderita di dunia. Saya hanya
geleng-geleng kepala melihat tanggapannya atas cerita saya, lalu mulai meminum
pesanan yang belum disentuh sejak 45 menit yang lalu.
“Lalu, akhirnya kamu
menemukan orang lain lagi kan setelah selesai dengannya?”
“Iya,” Jawab saya penuh
senyum, kemudian berpura-pura sibuk mengaduk minuman.
Bicara soal
penggantinya, harus saya akui itu bagian tersulit. Saya terlanjur memercayakan
seluruhnya pada laki-laki itu. Sulit bagi saya untuk yakin pada orang lain. Dia
yang terbaik untuk saya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Hingga akhirnya saya
bertemu seseorang.
“Kamu jatuh cinta sama
dia?”
“Entahlah. Mungkin.”
Kemudian, saya bertemu
laki-laki yang lebih baik dari laki-laki baik hati saya dulu. Tutur katanya
lembut, suaranya begitu menenangkan, kebaikan hatinya tidak dapat dipungkiri, prestasinya
membuat kagum dan dia calon imam pujaan setiap perempuan.
Dulu, saya pikir
tidak akan ada laki-laki baik hati lagi, ternyata saya amat sangat salah. Dunia
ini masih menyimpan puluhan ribu laki-laki baik hati dengan syarat hati tetap
terbuka.
“Apa patokannya kamu
memang jatuh cinta sama dia?”
“Dia berhasil bikin aku
berusaha berubah jadi lebih baik lagi. Sama seperti laki-laki baik hati itu.
Bahkan, usahaku kali ini lebih keras lagi. Dia adalah laki-laki yang luar
biasa. Dia membuatku terus bergerak, membuatku tetap hidup.”
Lagi, saya harus
bercerita mengenai fisik dan pribadinya. Juga, tentang pertemuan kami yang
tidak akan ada lagi. Saya tidak menangis ataupun patah hati. Empat bulan
menelisik dunianya memberikan banyak pelajaran untuk saya. Namun entah mengapa
seluruh sahabat mengatakan saya hanya mengaguminya, bukannya jatuh cinta.
Sahabat-sahabat saya berkata jangan berhenti di dia pada tanggal 30 Agustus: di
atas langit masih ada langit. Namun saya menepis perkataan mereka, bahwa dia
adalah langit ke-tujuh saya.
Saya
masih tetap memegang prinsip jika ada seorang laki-laki yang membuat saya
berusaha menjadi lebih baik lagi, saya memang jatuh cinta.
Saya melirik jam tangan.
Sudah waktunya saya bergegas dan berhenti menceritakan dua kisah masa lalu
saya. Sama halnya dengan saya yang harus pindah tempat, saya juga harus pindah
hati. Meski urusan dengan langit ke-tujuh saya belum selesai. Paling tidak,
sampai ada laki-laki yang berhasil membuat saya jatuh cinta lagi.
“Bau-baunya ada yang
bakal nggak bisa move on lama lagi, nih,” Teman saya meledek sembari mendorong
mundur kursinya.
“Maaf-maaf aja nih, aku
udah nggak bodoh lagi dalam urusan pindah hati.”
Saya tertawa sembari
mengumpat teman saya dalam hati. Saya tidak akan mengulang kesalahan yang sama
dan merasa bodoh. Laki-laki baik hati di dunia ini masih banyak, saya saja dulu
yang terlalu kaku.
Comments
Paling banyak dibaca
[ REVIEW ] My Mister: Terima Kasih Ahjussi dan Lee Ji An
- Get link
- X
- Other Apps
[ REVIEW ] Drama Korea A Love So Beautiful Buat Shin Sol-I dan Cha Heon
- Get link
- X
- Other Apps
[ Review ] Drama Korea Itaewon Class: Menjadi Tim Oh Soo Ah
- Get link
- X
- Other Apps
[ REVIEW ] Drama Korea School 2015: Who Are You setelah 7 Kali Menonton
- Get link
- X
- Other Apps
Backpacker ke Singapura - Malaysia dan Hal-hal yang Harus Disiapkan
- Get link
- X
- Other Apps
imam baik hati =)))
ReplyDeleteOjo nggawe julukan dewe, Enz -__-
ReplyDelete